Selasa, November 30, 2010

Indonesia Menuju Era e-Money Society

Jumat, 12/11/2010 09:14 WIB
Wawancara Deputi Gubernur BI
Indonesia Menuju Era e-Money Society
Wahyu Daniel,Herdaru Purnomo - detikFinance



Budi Rochadi (Foto: Daru/detikcom)
Jakarta - Budaya cashless society atau era sistem pembayaran tanpa uang tunai terus berkembang di masyarakat. Ini terlihat dari meningkatnya penggunaan uang elektronik (e-money) di masyarakat dalam 3 tahun terakhir.

Ke depannya, Bank Indonesia (BI) menyatakan penggunaan uang elektronik bakal meningkat menggeser penggunaan uang kertas dan logam sebagai alat pembayaran tradisional. Masyarakat Indonesia terus menuju era cashless society.

Deputi Gubernur BI S. Budi Rochadi mengatakan, saat ini e-money semakin mengambil peranan sebagai alat pembayaran di masyarakat, bahkan kecenderungannya akan mengalahkan penggunaan kartu kredit.

BI pun sebenarnya sangat berharap masyarakat bakal meninggalkan penggunaan uang kertas atau logam sebagai alat pembayaran. Karena biaya pencetakan uang cukup mahal. Anggarannya merupakan nomor 2 setelah anggaran operasi moneter BI.

Bagaimana strategi BI untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya penggunaan uang elektronik? Berikut petikan wawancara detikFinance bersama Budi Rochadi di Gedung BI, Jalan Thamrin, Jakarta, Kamis (11/11/2010).

Sistem pembayaran ke depan bagaimana Pak. Apakah era cashless society di Indonesia terus berkembang?

Kita tidak perlu mendorong (cashless society), tetapi masyarakat akan butuh, tanpa didorong pun akan jalan. Kita bisa lihat misalnya jalan tol, nah pembayaran jalan tol kan panjang sekali nah ada upaya untuk membuat e-toll itu kan Bank Mandiri. Itu kita bisa lihat bahwa di e-toll itu gerbangnya selalu saja kosong. Masyarakat belum sadar bahwa dengan memakai e-money maka transaksi akan lebih cepat.

Kemarin kita katakan kenapa masyarakat tidak pakai e-money. Orang akan lebih berpikir, kita tidak perlu didorong tapi nantinya takut memihak juga ke bank. Misalnya e-toll kan Mandiri tuh, kalau pakai flash kan BCA, nah sebenarnya bank-bank bisa melakukan promosi sendiri.

Ke depan bentuk sistem pembayaran?

Ke depan e-money akan mengambil peranan. Sekarang ini e-money sudah lebih tinggi dari transaksi kartu kredit, ya ini diperlukan oleh masyarakat. Walau jumlahnya kecil kan frekuensinya kian meningkat.

Berapa persen pengguna e-money saat ini?

Ada 6,4 juta instrumen e-money di September 2010. Ini sudah selama 3 tahun belum lama dan pertumbuhannya 33%.

Untuk kartu kredit dalam perkembangannya banyak ditemukan praktik penyalahgunaan seperti gestun (gesek tunai). Lalu di ATM kemarin juga ada fraud atau pembobolan?

Gestun berbeda dengan fraud. Gestun bukan fraud melainkan penyalahgunaan prosedur, atau salah penggunaan prosedur bukan fraud nah yang lain itu kemarin itu kita sudah melakukan menggunakan chip untuk kartu kredit dulu. Sudah aman dan tidak ada lagi fraud kartu kredit.

Kemudian untuk kartu debet, BI juga kabarnya mewajibkan bank untuk beralih ke teknologi chip guna keamanan. Kapan itu akan dilakukan?

Kartu debet itu implementasi sudah bisa dilakukan mulai pada triwulan I-2011, kan kalau kartu debet jumlahnya banyak. Itu butuh waktu, bank sendiri kan ada yang hanya sekian juta ada yang sedikit ada yang banyak pemegang kartu debet. Nah ini kan tidak bisa dipaksakan kalau dipaksakan ya kita ingin tahun ini juga. Tetapi biarkan ASPI (Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia) ini yang melakukan dan duduk bersama. Di PBI memang tidak ada waktu, semua dilakukan secara bertahap.

Masyarakat justru tak setuju kalau BI menutup merchant-merchant tempat gestun?

Gestun ini kan sebenernya yang dirugikan itukan issuer (penerbit) kartu kredit ya yang dapat manfaatkan merchant yang jualan meskipun kita tidak melihat ada fraud tapi penggunaan ini harus ditertibkan. Bank-bank sudah mulai aktif melakukan penarikan dan pembersihan ini.


Kenapa gestun ini tidak dilegalkan saja?


Ya dengan jumlah tertentu mungkin saja.

Di AS kan sudah ada tuh kira-kira bisa di Indonesia?

Yah di Indonesia cukup di ATM sudah bisa mungkin kita atur bunga saja agar tidak terlalu tinggi biar bisa ke ATM. Gestun kan masalah suku bunga.

Jadi mau di-arrange suku bunganya?

Nanti kita lihat saja. Kita sih ingin seperti itu, bank turunkan bunganya.

Soal chip untuk kartu debet apakah semua bank sudah berkomitmen?

Implementasi baru tiga bank. Karena kan biayanya lebih besar. Ini menyangkut EDC (Electronic Data Capture), ATM ,dan sistem-sistemnya. ATM itukan ada yang bisa ditambahkan fungsinya dan ada juga yang tidak bisa. Yang tidak bisa itu akan diganti.

Berapa nilai investasi yang harus dikeluarkan bank?

Nilai investasi itu tergantung level teknologi mana. Ini kan susah dan pilihan bank memperbaiki IT atau mempercanggih atau tidak secara umum dilihat saja bank yang IT-nya bagus. Misalnya BCA ini kan investasinya besar.

Ke depan dengan dengan semakin banyaknya penggunaan kartu sebagai alat pembayaran. BI berharap penggunaan uang akan semakin berkurang?

Iya ke depannya seperti itu. Dan anggaran pencetakan uang akan lebih hemat.

Berapa selama ini yang dikeluarkan BI untuk mencetak uang?

Ya tidak boleh diberi tahu, tapi biayanya cukup besar. Kedua terbesar setelah ongkos operasi moneter tapi perbedaannya jauh sekali.

Saat ini makin banyak jasa-jasa pengiriman uang yang juga termasuk ranah BI di sistem pembayaran. Contohnya Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU). Bagaimana pengawasannya?


Iya (KUPU) meningkat pesat. Cenderung masyarakat banyak menggunakan itu. Itu kan harus izin BI nah dulu cukup memberitahukan saja, tapi sekarang harus ada izin.

Apakah sekarang banyak yang tak berizin?

Jumlah KUPU, banyak tapi hanya 58 hanya berizin.

Ada fraud juga tidak di situ?


Ya ada, banyak TKI yang kirim uang, eh ternyata dibawa kabur. Nah di UU Transfer Dana ini ternyata harus berbadan hukum.

Apakah banyak KUPU yang ditutup BI?

Kalau ada UU kita punya force untuk menutup dan melapor ke Polisi.

Pak soal ASPI (Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia), apa tujuan BI membuat asosiasi seperti ini?


BI memandang perlu memfasilitasi perkembangan sistem pembayaran agar senantiasa sejalan dengan koridor kebijakan Bank Indonesia untuk menciptakan sistem pembayaran yang efisien, aman, nyaman dan handal. Ada aspek makro prudential yang harus menjadi patokan bagi industri, tanpa mengurangi ruang gerak industri untuk brkreasi menciptakan beragam inovasi. Dengan demikian, ASPI diharapkan mampu menjawab tantangan sistem pembayaran ke depan untuk meningkatkan efisiensi secara nasional dan memitigasi fraud, sehingga dapat menjaga kepercayaan terhadap instrumen pembayaran.

Jadi, kita atur makro atau aturan umum. Kan ada aturan yang harus masing-masing bank. Misalnya bank A kirim uang ke bank B, eh ternyata
bank B belum menerima. Nah ini kan terjadi perselisihan. Kita tidak atur teknis itu. Biar mereka yang atur, selama ini diatur BI. Susah sekali
kalau ubah aturan lewat PBI, karena harus lewat Rapat Dewan Gubernur dahulu. Nah inilah makanya biar mereka (ASPI) saja yang atur.

Jadi tujuannya untuk perlindungan nasabah. Di ASPI itu juga khusus untuk ini, saling bicara, kerjasama, dan efisien. Selain itu mempermudah
pengawasan sisi makronya.

Delapan Asosiasi tadi meliputi seluruh bank?

Bank Kustodian dan lembaga non bank. Seluruhnya termasuk.

Jadi peningkatan keamanan bagi nasabah agar tak ada penyalahgunaan?

Beragamnya inovasi sistem pembayaran yang terbentuk akan semakin meningkatkan kompetisi di antara pelaku, sehingga masyarakat diharapkan akan memperoleh pelayanan terbaik yang selalu menjunjung tinggi aspek perlindungan konsumen serta meminimalkan risiko.

(dnl/qom)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar