Rabu, Oktober 20, 2010

Ekspansi New Wave BUMN Telekomunikasi

Selasa, 13/07/2010 10:07 WIB

Ekspansi New Wave BUMN Telekomunikasi
Achmad Rouzni Noor II - detikinet



Serat optik (ist)

Jakarta - GSM Association (GSMA) memproyeksikan average revenue per user (ARPU) atau pendapatan rata-rata dari tiap pelanggan di industri telekomunikasi global akan mengalami penurunan hingga 50% pada 2011 nanti.

Senior Director of Services GSM Association Jaikishan Rajaraman, dalam presentasinya di Jakarta beberapa waktu lalu menyebutkan, ARPU industri telekomunikasi secara global, tahun depan akan turun dari rata-rata US$ 48 menjadi US$ 24.

"Kondisi ini terjadi karena semakin tingginya pengguna dan menurunnya harga perangkat untuk menggelar infrastruktur. Sementara biaya infrastruktur mengalami penurunan tiga hingga lima persen setiap tahunnya," sebutnya waktu itu.

Vice President Public and Marketing Communication Telkom, Eddy Kurnia mengakui, fenomena turunnya ARPU juga ikut terjadi di Indonesia. "Pertumbuhan ARPU justru terjadi di
new wave business karena dipacu oleh layananbroadband," jelas pria yang baru saja merilis buku "Komunikasi dalam Pusaran Kompetisi" kepada detikINET, Selasa (13/7/2010).

New wave yang dimaksud adalah lini bisnis di luar telekomunikasi dasar berbasis seluler atau kabel. Bisnis ini identik dengan penggunaan internet dan solusi teknologi informasi. Menurut Eddy, kecenderungan new wave menjadi kebutuhan baru sebenarnya sudah mulai terlihat sejak 2008 lalu.

"Ketika bisnis yang mengandalkan layanan
legacy (bisnis turunan) seperti telepon kabelwireline mengalami penurunan, sementara bisnis new wave justru terus tumbuh. Tahun lalu, pertumbuhan bisnis new wave Telkom mencapai 51%," kata dia.

Melihat potensi bisnis
new wave ke depan, Telkom menurut Eddy mulai melalukan sejumlah ekspansi. Salah satunya dengan cara berinvestasi di pembangunan tahap pertama Palapa Ring dengan nama Mataram-Kupang Cable System. Pembangunan mencakup rute Mataram-Kupang, Manado-Sorong, dan Fakfak-Makassar sepanjang 1.041 km.

"Kami menginvestasikan dana Rp 500 miliar untuk membangun
backbone tersebut," ungkap Chief Operating Officer Telkom, Ermady Dahlan. Dijelaskannya, Telkom memperkuat backbone karena didorong oleh perubahan mendasar pada layanannya.

Bila pada masa lalu layanan Telkom lebih banyak berbasis suara, maka dewasa ini telah berubah menjadi
Telecommunication, Information, Media dan Edutainment (TIME). Bisnis ini yang kemudian didefinisikan sebagai new wave. "Wilayah timur Indonesia tentu juga ingin menikmati new wave ini," ujarnya.

Pembangunan infrastruktur telekomunikasi di kawasan timur Indonesia diakui memiliki nilai yang sangat strategis. Menurut Ermady, pengembangan sektor telekomunikasi di wilayah timur Indonesia tidak secepat di kawasan barat mengingat kondisinya yang tidak mudah.

Selain wilayah yang begitu luas, kawasan timur Indonesia juga merupakan kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil sehingga situasi geografis menjadi tantangan yang harus dihadapi.

Melalui pembangunan serat optik secara nasional sebagai backbone yang dilengkapi dengan pembangunan
tera router dengan kapasitas terabit berupa IP core dan Metro Ethernet, semuanya itu membentuk satu lingkaran infrastruktur ICT nasional yang kemudian disebut Telkom Super Highway.

"Semua infrastruktur serat optik ini terintegrasi dalam kerangka Telkom Super Highway dengan jaringan akses di berbagai daerah," jelas Ermady.

Restrukturisasi Kabel

Selain membangun infrastruktur
backbone, Telkom juga tengah bersiap untuk merestrukturisasi kabel tembaga yang digunakan untuk jasa telepon tetap. Restrukturisasi kabel, menurut Direktur Utama Telkom Rinaldi Firmansyah, akan membutuhkan waktu 10 tahun dan menelan biaya Rp 3,5 triliun.

"Pergantian dimulai tahun depan. Kami sudah menunjuk PT INTI sebagai pelaksana penggantian pada April lalu," kata Rinaldi di Jakarta, akhir pekan lalu.

Menurutnya, untuk pergantian tersebut tidak memerlukan dana signifikan dari kantong Telkom karena menerapkan konsep kerjasama sinergis, di mana kabel tembaga yang dimiliki Telkom akan dijual kembali oleh PT INTI.

"Jika pun ada biaya keluar hanya untuk pekerjaan sipil. Tidak signifikan besarnya. Apalagi harga tembaga sedang bagus di pasar dunia," jelasnya.

Telkom memiliki kabel tembaga yang melayani 9 juta pelanggan telepon tetap. Semua kabel tembaga itu--10 juta kabel primer dan 13 juta kabel sekunder--akan diganti menjadi kabel optik.

"Saat ini harga tembaga sekitar US$ 7 per kilometer. Sedangkan serat optik jauh lebih rendah, yakni sekitar satu berbanding tiga," katanya.

Rinaldi menjelaskan, langkah Telkom mengganti kabel tembaga karena ingin mengembangkan layanan akses internet
broadband Speedy dan meningkatkan bandwidthuntuk akses data.

"Speedy ditargetkan meraih 2,2 juta pelanggan. Sekarang sudah ada 1,4 juta pelanggan. Kami baru saja meningkatkan kecepatan Speedy dua kali lipat agar pelanggan semakin nyaman menggunakan layanan tersebut," pungkasnya.

Pada kuartal pertama 2010, pendapatan usaha Telkom mencapai Rp 16,6 triliun. Sektor data, internet dan teknologi informasi pada periode itu berhasil membukukan pendapatan Rp 5 triliun, atau berkontribusi 30,1% bagi total pendapatan usaha sang BUMN telekomunikasi.


( rou / ash )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar