Minggu, Januari 30, 2011

Menggagas 'Mindset Promosi Dagang' Indonesia di Era Informatika

Senin, 24/01/2011 11:56 WIB
Kolom Telematika
Menggagas 'Mindset Promosi Dagang' Indonesia di Era Informatika
Penulis: Purna Cita Nugraha - detikinet



ilustrasi (inet)

Jakarta - Era globalisasi salah satunya ditandai dengan proses terintegrasinya perekonomian, masyarakat, dan budaya ke dalam suatu jaringan global melalui teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi informasi dan komunikasi kini tampil sebagai intangible agent of change yang mengubah prilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global.

Di samping itu, perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan berlangsung demikian cepat.

Salah satu penemuan di bidang teknologi informasi yang sangat mempengaruhi perkembangan perekonomian adalah internet (interconnection networking), sebagai media komunikasi yang cepat dan handal. Pola komunikasi melalui internet telah mengubah wajah dunia perdagangan dari pola perdagangan tradisional ke dalam bentuk yang lebih modern, yaitu bentuk perdagangan secara virtual yang dikenal dengan electronic commerce (e-commerce).

Transaksi perdagangan melalui internet (e-commerce) sangat menguntungkan, sehingga transaksi perdagangan ini sangat diminati oleh para pelaku usaha (business to business) karena telah mengubah cara para pelaku usaha tersebut dalam memperoleh produk yang diinginkan, mempermudah proses dalam pemasaran suatu produk (promosi) serta berbisnis dengan counterpart di luar negeri.

Penulis melihat adanya urgensi bahwa perkembangan cara baru dalam berbisnis serta pangsa pasar internet Indonesia yang sekarang berjumlah sekitar 45 juta orang, dapat menjadi suatu pertimbangan bagi Pemerintah khususnya Perwakilan Indonesia di luar negeri (KBRI maupun KJRI) untuk menjadikannya peluang yang potensial dalam mengupayakan promosi terkait perdagangan di luar negeri dan peningkatkan perekonomian Indonesia.

Mengubah Mindset


Sebagian besar Perwakilan Indonesia di luar negeri masih mengedepankan kunjungan dan pertemuan bisnis (business meeting) sebagai salah satu sarana dalam mempromosikan perdagangan.

Dalam hal ini, pihak perwakilan Indonesia di luar negeri mengundang para pelaku usaha dari Indonesia (atau sebaliknya) untuk melakukan serangkaian kunjungan dan pertemuan bisnis dengan pengusaha dan para pelaku usaha di wilayah akreditasinya untuk menjajaki peluang bisnis yang ada.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa cara ini telah berkontribusi dalam mempromosikan perdagangan Indonesia selama ini. Namun, di sisi lain, cara ini juga dikenal high cost budgetdan seringkali kunjungan dan pertemuan bisnis (business meeting) yang diadakan kemudian tidak menghasilkan kesepakatan bisnis yang real.

Dengan adanya trend dan kecenderungan Pemerintah dalam merampingkan birokrasi dan memotong serta merampingkan budget, maka Perwakilan di luar negeri dituntut untuk kreatif dan adaptif dalam mengakomodir perubahan-perubahan tersebut. Adanya trend dan kecenderungan tadi serta perkembangan teknologi yang ada saat ini membuat upaya promosi perdagangan dengan mengedepankan kunjungan dan pertemuan bisnis (business meeting) kemudian menjadi tidak feasible dan relevan lagi.

Perwakilan Indonesia di luar negeri sudah saatnya, disiapkan untuk tidak lagi sebatas melakukan pendekatan business as usual dalam mengupayakan promosi perdagangan Indonesia di luar negeri.

Pendekatan tadi sudah out of date, sehingga mau tidak mau harus beralih ke pendekatanbusiness as casual. Pendekatan business as casual merupakan suatu paradigma berbisnis dengan cara yang sederhana, biaya yang relatif lebih murah, dan birokrasi yang ramping.

Cara yang sederhana dan biaya yang relatif murah dapat dilakukan dengan memanfaatkan perkembangan internet semaksimal mungkin untuk keperluan promosi perdagangan di luar negeri.

Sedangkan birokrasi yang ramping sebenarnya satu nafas dengan semangat pemerintah dalam menggiatkan e-good governace dalam memotong dan merampingkan birokrasi.

Langkah-langkah nyata terkait dengan pendekatan business as casual yang dapat diupayakan oleh Perwakilan Indonesia di luar negeri dan para pelaku usaha, yaitu:


  1. Mengidentifikasi dan menginventarisir company list/profile yang ada di Indonesia;
  2. Mengirimkan company list/profile tersebut kepada Departemen Perdagangan atau lembaga/institusi promosi perdagangan Negara akreditasi terkait;
  3. Departemen Perdagangan atau lembaga/institusi promosi perdagangan Negara akreditasi tersebut akan mengirimkan company list/profile dari perusahaan-perusahaan di negaranya yang potensial untuk menjadi counterpart bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia tersebut kepada Perwakilan Indonesia;
  4. Baik Perwakilan Indonesia dan Departemen Perdagangan atau lembaga/institusi promosi perdagangan Negara akreditasi tersebut dapat mengirimkan masing-masing company list/profile kepada perusahaan-perusahaan yang akan menjadi counterpart dalam menjajaki peluang bisnis;
  5. Dengan informasi yang didapat perusahaan (para pelaku usaha) tersebut, masing-masing pihak dapat melakukan komunikasi bisnis yang efektif secara mandiri;
  6. e-commerce;
  7. Kesepakatan dan perjanjian bisnis. Semua langkah-langkah di atas, dapat dilakukan secara sederhana, dengan biaya yang murah dan birokrasi yang tidak berbelit-belit dengan menggunakan media internet.

Semua proses juga dapat dilakukan tanpa harus bertemu muka (faceless). Komunikasi bisnis di antara para pelaku usaha dapat diupayakan dengan menggunakan fasilitas secure chat rooms, video conference, webcam, ataupun dengan menggunakan layanan BlackBerry Messenger. Sedangkan, informasi mengenai produk, penawaran, permintaan, kesepakatan dan perjanjian bisnis di antara para pihak dapat dilakukan dengan sistem e-commerce.

Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada tanggal 25 Maret 2008 oleh DPR, secara hukum para pelaku usaha yang melakukan bisnis dengan e-commerce akan mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum. Hal ini membuktikan bahwa pranata hukum di Indonesia sebenarnya telah siap untuk mengantisipasi dan mengawal jalannya sistem e-commerce ini.

Pemerintah sebagai Penyedia Platform


Peran pemerintah dalam hal ini jelas, sebagai fasilitator dan penyedia platform bagi para pelaku usaha (perusahaan), para pelaku usaha yang kemudian lebih dituntut untuk pro-aktif dalam menjalankan usahanya. Dapat dikatakan bahwa para pelaku usaha sendiri yang akan menjadi agen promosi dari usahanya tersebut.

Terkait dengan peran pemerintah tersebut, alangkah baiknya apabila pemerintah membuat suatu website yang berisi company list perusahaan-perusahaan terpercaya di Indonesia yang di-endorse oleh pemerintah sebagai upaya untuk memberikan kepercayaan dan jaminan bagi para pelaku usaha dari Negara-negara lain untuk berbisnis dengan para pelaku usaha tersebut.

Memang tidak dapat diabaikan fakta bahwa kebanyakan masyarakat Indonesia mungkin belum akrab dengan teknologi ini, oleh karena itu di sini peran pemerintah dibutuhkan dalam mendorong percepatan penguasaan teknologi ini (social engineering).

Hal ini dapat diwujudkan dengan menyediakan sentral-sentral bisnis di setiap daerah lengkap dengan komputer dan koneksi internet di dalamnya, sehingga mau tidak mau pelaku usaha yang ingin bersaing dalam melakukan ekspansi bisnis harus mau belajar untuk mengunakan internet dalam mengakses layanan sentral bisnis tersebut.

Teknologi informasi seyogyanya dimanfaatkan untuk tujuan peningkatan kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, penulis optimis bahwa semakin canggih teknologi yang dimanfaatkan akan memberikan nilai tambah yang lebih tinggi bagi peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.



PurnaTentang Penulis: Purna Cita Nugraha, S.H.,M.H., adalah Junior Diplomat yang saat ini sedang bertugas di KJRI Cape Town. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan tidak terkait institusi.
( wsh / wsh )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar