Kamis, Oktober 08, 2009

Televisi Diimbau Tidak Tayangkan Korban Secara Vulgar

Televisi Diimbau Tidak Tayangkan Korban Secara Vulgar
Gempa menghancurkan ribuan rumah di Pangalengan, Bandung Selatan.

    SENIN, 5 OKTOBER 2009 | 22:20 WIB

    SEMARANG, KOMPAS.com — Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah mengimbau televisi untuk tidak menayangkan evakuasi korban gempa di Sumatera Barat secara vulgar agar tidak menyalahi aturan penyiaran.

    Anggota KPID Jateng, Najahan Musyafak, di Semarang, Minggu (4/10), mengatakan, akhir-akhir ini, baik KPID Jateng maupun dia secara pribadi, mendapat keluhan masyarakat tentang penayangan korban gempa secara vulgar atau terang-terangan.

    "Saya kira korban gempa tidak harus diperlihatkan secara terang-terangan, seperti memperlihatkan mayat atau potongan organ tubuh yang tertimpa gempa, tidak harus ditayangkan dengan jelas karena berdampak pada trauma masyarakat," katanya.

    Selain itu, kata dia, televisi diharapkan juga untuk tidak mengeksploitasi korban gempa, seperti menyuruh korban menangis, meronta-ronta, dan sebagainya.

    Dia mengatakan, banyak pemirsa televisi yang mengeluhkan tayangan itu.

    "Saya berharap, televisi juga tidak menayangkan mayat-mayat dengan jelas. Ini membuat takut dan jijik para pemirsa," katanya.

    Menurut dia, dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dalam Pasal 36 disebutkan bahwa televisi tidak boleh memperlihatkan tayangan-tayangan yang memiliki nilai eksploitasi.

    Ia mengatakan, pada peraturan KPI Nomor 03 Tahun 2007 tentang Standar Program Siaran (SPS) Pasal 30 disebutkan bahwa lembaga penyiaran agar membatasi gambar yang memperlihatkan korban bencana dengan memerhatikan dampak negatif, seperti trauma, baik kepada keluarga korban, maupun penonton anak-anak, dan lain-lain.

    "Pasal 30 SPS mengatur agar gambar korban bencana disamarkan dan durasinya dibatasi," katanya.

    Masih menurut Najahan, pada Pasal 54 SPS dikatakan, dalam meliput dan atau menyiarkan program yang melibatkan pihak-pihak yang terkena tragedi bencana, lembaga penyiaran harus mempertimbangkan dampak peliputan bagi proses pemulihan korban dan keluarganya.

    Selain itu, hal itu juga tidak boleh menambah penderitaan ataupun trauma orang yang terkena musibah, dan atau orang yang sedang berduka, dengan cara memaksa, menekan korban, dan/atau keluarganya untuk diwawancarai dan/atau diambil gambarnya.

    "Yang harus dilakukan oleh peliput adalah menampilkan korban gempa secara manusiawi," katanya.

    Ia mengatakan, pihaknya akan menghimpun keluhan-keluhan dari masyarakat tersebut, kemudian akan dirapatkan. Selanjutnya, secara kelembagaan, KPID akan menegur media yang menayangkan korban gempa secara vulgar.

    "Dalam penayangan ada etikanya sendiri, tidak boleh berlebihan," katanya. (*)


    JY
    Sumber : Ant

    http://oase.kompas.com/read/xml/2009/10/05/22204841/televisi.diimbau.tidak.tayangkan.korban.secara.vulgar

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar