Selasa, September 27, 2011

Beda Krisis 2008 dan 2011 Versi Pengusaha


Beda Krisis 2008 dan 2011 Versi Pengusaha

Krisis 2008 disebabkan runtuhnya perusahaan kakap.

SENIN, 26 SEPTEMBER 2011, 07:01 WIB
Hadi Suprapto, Nina Rahayu
VIVAnews - Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia  Sofjan Wanandi menduga nilai tukar rupiah akan semakin buruk pada tahun ini. Terpuruknya nilai tukar dipicu penyebab utama krisis yang terjadi tahun ini.
Jika krisis 2008 lebih banyak disebabkan runtuhnya perusahaan-perusahaan kakap, tahun ini justru negaranya.

"Kemungkinan akan lebih buruk dari tahun 2008, karena ini melibatkan negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Eropa," kata Sofjan saat berbincang dengan VIVAnews.com di Jakarta, Minggu 25 Septmber 2011.

Dia mengatakan, nilai tukar rupiah yang melemah membuat permintaan ekspor pada awal tahun depan diprediksi menurun. Kontrak para eksportir kebanyakan berakhir Desember 2011. Sementara negara importir diperkirakan  akan berpikir ulang untuk memperpanjangnya, karena khawatir dengan situasi perekonomian dunia.

"Pada tahun depan kemungkinan permintaan ekspor akan mengalami penurunan 10-20 persen," ujarnya.

Meski ekspor mengalami penurunan, Sofjan berharap penurunan nilai tukar rupiah membawa angin segar bagi eskportir. "Bagaimana pun eksportir akan mendapat rupiah lebih banyak dari biasanya."

Seperti diberitakan sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai melemahnya nilai tukar rupiah harus bisa dimanfaatkan kalangan eksportir karena membuat produk Indonesia lebih kompetitif.

"Bagi eksportir melemahnya rupiah tentu suatu yang menggembirakan karena membuat produk kita lebih menarik," kata Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto di Jakarta, Jumat lalu.

Suryo menilai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar AS seharusnya dipandang dua sisi yang berbeda. Namun yang pasti, nilai tukar rupiah yang turun bahkan meyentuh Rp9.200 per dolar AS merupakan hal yang menggembirakan bagi eksportir. (umi)
• VIVAnews

Jumat, September 16, 2011

CSIS Minta Pemerintah Waspada Krisis di AS & Eropa

Selasa, 13/09/2011 11:35 WIB
CSIS Minta Pemerintah Waspada Krisis di AS & Eropa  
Herdaru Purnomo - detikFinance 

Foto: dok.detikFinance
Jakarta - Terjadinya krisis di AS dan Eropa berbanding terbalik terhadap apa yang terjadi di Asia. Negara seperti China, India, serta Indonesia masuk dalam negara yang pertumbuhan ekonominya cukup tinggi di tengah anjloknya negara-negara AS dan Eropa.
Apa yang terjadi saat ini merupakan ketidakseimbangan global yang justru membahayakan negara dengan pertumbuhan positif.

Centre For Strategic and International Studies (CSIS) memandang ketidakseimbangan global yang tengah terjadi saat ini sebenarnya bukan sebuah hal yang fenomenal.

"Tetapi yang jadi masalah adalah ketika ketidakseimbangan ini tidak bisa dikendalikan di mana menjadi gap besar. Ini memicu krisis," ungkap Peneliti Senior CSIS Haryo Aswicahyono dalam sebuah seminar mengenai ketahanan industri perbankan di Kantornya, Palmerah, Jakarta, Selasa (19/9/2011).

Apa yang terjadi saat ini, menurut Haryo beberapa negara di wilayah Asia terjadi peningkatan surplus neraca berjalan secara tajam. Tetapi kemudian sebaliknya di AS dan Eropa terjadi defisit.

"Ini ada dua pihak, ada yang surplus dan ada yang krisis. Pihak yang ingin keluar dari krisis pasti ingin melakukanadjustment untuk keluar dari krisisnya melalui beberapa langkah," terangnya.

"Negara tidak bisa terus menerus defisit, apalagi secara masif seperti AS," imbuh Haryo.

Oleh karena itu, Haryo mengatakan perlu diwaspadai langkah-langkah negara yang krisis dengan stimulusnya. Hal ini akan menyebabkan dana para investor yang 'parkir' di negara berkembang yang terbebas dari krisis berpindah.

"Ini akan segera terjadi di mana proses adjustment tersebut akan dilakukan. China, India dan Indonesia harus siap," tegasnya.

CSIS memandang krisis bisa terjadi kapanpun dan perlu diwaspadai bagaimana krisis akan terjadi melalui pasar saham.


(dru/dnl) 


http://finance.detik.com/read/2011/09/13/113542/1720990/4/csis-minta-pemerintah-waspada-krisis-di-as-eropa

Hadapi Krisis Terburuk Eropa, Agus Marto Siapkan Siasat

Kamis, 15/09/2011 12:50 WIB
Hadapi Krisis Terburuk Eropa, Agus Marto Siapkan Siasat   
Herdaru Purnomo - detikFinance 
 
Jakarta - Di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu pemerintah menyiapkan strategi khusus untuk mengantisipasi dampak krisis. Salah satunya, pemerintah telah menyiapkan stimulus di semester I-2012 yang dipersiapkan untuk menghadapi kondisi terburuk.

"Mengamati yang terjadi di Eropa saat ini, kita sudah memikirkan untuk adanya stimulus yang kita perkirakan akan dilakukan di semester I-2012. Sekarang kita sudah persiapkan diri, kalau kondisi buruk itu berdampak ke Indonesia, kita akan mempersiapkan, kita akan selalu siaga dengan memberikan stimulus," ungkap Menteri Keuangan Agus Martowardoyo.

Agus menyampaikan hal ini di depan Komisi XI DPR RI di sela Rapat Kerja Pembahasan RAPBN-2012 di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (15/9/2012).

Menurut Agus, apa yang terjadi saat ini adalah guncangan ekonomi di tingkat global yang sangat serius. Dan menurutnya, bisa berpengaruh ke Indonesia.

"Yang kita perlu soroti adalah kondisi global yang ada itu lebih serius dari yang kita amati dan kita ikuti, jadi kami melihat bahwa kalau di Eropa seperti sekarang ini itu besar sekali pengaruhnya juga itu akan bisa besar pengaruhnya bagi negara yang bermitra dagang dengan kita atau dengan negara yang investasi di kita," papar Agus.

"Dengan kondisi global itu bisa berdampak pada negara mitra kita, dan harus diakui kita ekspornya masih banyak yang bahan baku, makanya bisa berpengaruh ke kita," imbuh Mantan Dirut Bank Mandiri ini.

Di tempat yang sama Kepala Badan Kebijakan Fiskal Bambang Brodjonegoro mengatakan dengan kondisi sekarang mungkin capital inflow banyak masuk, tapi apa yang terjadi di 2008 itu mungkin akan terjadi juga di 2012.

"Nah kalau itu terjadi maka kita akan kena second round effect, bukan dampak langsng tapi negara yang tergantung pada ekspor yang kena," tuturnya.

Menurutnya, kalau negara tujuan ekspor mengalami krisis, maka akibatnya pada ekonomi Indonesia bakal terasa.

"Selain ke pertumbuhan, juga tingkat bunga. Krisis sekarang bisa lebih berat dari 2008 meskipun Indonesia dengan emerging market lain itu lebih baik ketimbang negara maju. 2008 bisa terjadi, jadi harus diperhitungkan," paparnya.

(dru/dnl) 


http://finance.detik.com/read/2011/09/15/125057/1723063/4/hadapi-krisis-terburuk-eropa-agus-marto-siapkan-siasat

Rabu, September 07, 2011

Ini Dia Penyebab BlackBerry Pilih Bangun Pabrik di Malaysia

Rabu, 07/09/2011 14:55 WIB
Ini Dia Penyebab BlackBerry Pilih Bangun Pabrik di Malaysia  
Suhendra - detikFinance 

Jakarta - Keputusan produsen BlackBerry (BB) Research In Motion (RIM) yang lebih memilih Malaysia sebagai basis produksinya dibandingkan Indonesia sangat tak mengherankan. Banyak kalangan menilai kondisi iklim investasi di Indonesia terutama dari sisi infrastruktur jauh tertinggal dengan Malaysia.

"Kalau di Malaysia aturan jelas beda dengan sini, misalnya soal aturan pertanahan, kalau itu tanah negara kemudian diperlulan maka dikasih. Masalah undang-undang pertanahan mereka memang lebih pasti. Terkait BlackBerry, walaupun penduduk Malaysia tak besar namun orientasinya (BlackBerry) ke pasar kita," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian, Riset & Teknologi Bambang Sujagad kepada detikFinance, Rabu (7/9/2011).

Ia menambahkan keunggulan Indonesia cuma baik dalam menarik investasi portofolio yang justru tak menyentuh kepada sektor riil. Sementara Malaysia cukup mendukung investasi sektor riil seperti di bidang elektronika.

"Kalau di Malaysia investor yang butuh duit, jelas lebih murah bunganya cuma spread-nya hanya 4% jadi bunganya hanya 6%-7%. Kalau di sini spread-nya bisa 7%jadi bungnya 13%. Bagaimana pun investasi yang masuk butuh dukungan perbankan," katanya.

Bambang memperkirakan pabrik RIM di Malaysia dipastikan ujung-ujungnya akan menyerap tenaga kerja Indonesia (TKI) juga. Namun menurut Bambang, sebagai orang yang memiliki usaha di Malaysia, TKI lebih produktif dibandingkan ketika bekerja di Tanah Air.

"TKI kita mereka lebih produktif dibandingkan jika di Indonesia, mungkin di sana manajemen bagus, bayarannya lebih tinggi," katanya.

Dikatakannya biaya logistik di Indonesia termasuk yang paling termahal. Ia mencontohkan biaya logistik laut per 1 mil laut di Indonesia 20 kali lebih tinggi dibandingkan dengan biaya logistik internasional.

Sebelumnya Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto mengakui kelayakan infrastruktur Indonesia dengan negara-negara tetangga masih banyak tertinggal. Khusus dengan Malaysia, semua aspek infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, listrik, energi dan lain-lain jauh tertinggal dengan Negeri Jiran tersebut.

"Jadi kalau kita bicara jalan, listrik, pelabuhan laut, udara, kereta api. Kalau dengan Filipina kita menang semua, dengan Vietnam banyak kita menang ada juga yang kalah. Dengan Malaysia kita kalah semua," kata Djoko dalam acara Media Gathering di kawasan Bendungan Selorejo, Malang, Jumat malam (13/5/2011)

Djoko menambahkan, masih terbatasnya infrastruktur Indonesia berimbas pada peringkat daya saing yang hanya berada di posisi 44 dunia. Khusus untuk peringkat infrastruktur, Indonesia berada di nomor 90.

Berdasarkan laporan GCR 2010-2011 yang dilansir oleh World Economic Forum (WEF), daya saing Indonesia naik menjadi posisi 44 dari 144 negara dengan skor 4.43 dari posisi sebelumnya di 2009-2010 yaitu posisi 54. Indonesia sendiri berada dibawah langsung negara Barbados yang menempati posisi 43 dengan skor 4.45.

Namun jika dibandingkan dengan daya saing negara-negara ASEAN lainnya seperti Malaysia menempati posisi 26 dengan skor 4.88 atau turun dari GCI 2009-2010 yaitu posisi 24.
Negara tetangga Indonesia lainnya yaitu Thailand berada di posisi 38 dengan skor 4.51 atau turun dari posisi 36. Brunei Darussalam masih di atas angin, posisi negara kerajaan ini menempati posisi 28 dengan skor 4.75 atau naik dari posisi sebelumnya yang hanya 32.
(hen/dnl) 

Pemerintah Dianggap 'Kesiangan' Tarik Investasi BlackBerry

Rabu, 07/09/2011 14:04 WIB
Pemerintah Dianggap 'Kesiangan' Tarik Investasi BlackBerry  
Suhendra - detikFinance  

Jakarta
 - Rencana pemerintah untuk menarik investasi perusahaan multinasional dengan cara-cara ancaman disinsentif pajak sebagai tindakan terlambat. Dalam kasus keputusan produsen BlackBerry (BB) Research In Motion (RIM) yang akhirnya memilih membangun pabrik di Malaysia menjadi contoh yang menohok pemerintah.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian, Riset & Teknologi Bambang Sujagad menuturkan pola serupa jauh sebelumnya telah dilakukan oleh Brazil karena mereka salah satu konsumen BB terbesar. Langkah Brazil ini sukses yang akhirnya kini Negeri Samba itu menjadi pemasok BB di kawasan Amerikan Latin.

Namun dalam kasus Indonesia, ia menilai langkah pemerintah sudah terlambat. Keputusan RIM untuk lebih memilih Malaysia sebagai basis produksi BB mereka bakal sulit digeser.

"Sekarang ini sudah kesiangan, Brazil sudah lama, sekarang pasokan BB di Amerika Selatan dari Brazil. Jadi sekarang RIM sudah menentukan bangun pabrik di Malaysia," tegasnya kepada detikFinance, Rabu (7/9/2011).

Menurut Bambang mestinya trik pemerintah tersebut bisa dilakukan sebelum adanya keputusan RIM. Bahkan ia menuding Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telat menyongsong potensi investasi RIM tersebut.

"Kita kurang aware seharusnya investasi teknologi seperti bukan hanya fasilitas tax holiday, mestinya tanahnya free. Itu tugasnya BKPM mencari tahu apa yang bisa dilakukan, dulu juga ada Goodyear mau ke sini tapi akhirnya ke Thailand. Menteri-menteri Thailand dikirim ke Australia, BKPM jangan menunggu bola masuk," serunya.

Bambang juga mengkritik rencana pemerintah akan memberikan disinsentif seperti Pajak Barang Mewah terhadap BB. Dikatakannya langkah itu justru merugikan masyarakat karena BB sudah masuk katagori produk kebutuhan masyarakat bukan barang mewah.

"Jadi kalau dipajaki yang repot kita sendiri, BB bukan barang mewah tetapi sudah barang keperluan. Kalau digunakan barang mewah keliru, akan mensengsarakan rakyat kita yang memerlukan teknologi itu," katanya.

Pemerintah sangat bereaksi terkait keputusan produsen Blackberry (BB) Research In Motion (RIM) yang lebih memilih Malaysia sebagai basis produksinya di ASEAN. Padahal jika dihitung-hitung jumlah penjualan BB di Malaysia jauh tertinggal dengan Indonesia.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Wirjawan menyebutkan penjualan BB di Indonesia termasuk yang laris manis. Pada tahun depan, penjualan BB di Tanah Air diperkirakan akan menembus 4 juta unit per tahun dengan nilai rata-rata US$ 300 per unit. Hal ini jauh berbeda jika dibandingkan dengan penjualan BB di Malaysia yang hanya sekitar 400 ribu unit per tahun.

"Blackberry akan dilakukan penjualan sekitar 4 juta unit tahun depan, itu rata-rata 300 dollar per unit, sedangkan di Malaysia mereka tidak akan bisa jual lebih dari 400 ribu unit itu per sepuluhnya," ujar Gita.

Gita mengaku kecewa karena perusahaan BB justru membangun pabriknya di Malaysia. Untuk itu, dirinya meminta pemerintah untuk menyikapi hal tersebut, salah satunya dengan pemberlakuan disinsentif seperti tarif perpajakan.
(hen/dnl) 

Minggu, September 04, 2011

Bank Dunia: Ekonomi Global Hadapi Bahaya Baru


Bank Dunia: Ekonomi Global Hadapi Bahaya Baru

Kondisi Eropa yang parah dan stagnasi tenaga kerja AS menunjukkan ekonomi global melemah

SABTU, 3 SEPTEMBER 2011, 11:19 WIB
Syahid Latif, Indrani Putri
VIVAnews - Presiden Bank Dunia, Robert Zoellick, memperingatkan akan adanya bahaya baru bagi perekonomian dunia. Ia pun mendesak Eropa dan Amerika Serikat untuk segera mengatasi masalah utang piutang mereka.

"Krisis keuangan di Eropa kini berkembang menjadi krisis utang yang parah, dengan implikasi serius pada serikat moneter, bank, dan tingkat kompetitivitas beberapa negara," kata Zoellick di Beijing pada Sabtu 3 September 2011, seperti dikutip dari Bloomberg.
Bank Dunia mencatat, kondisi Eropa yang sudah sedemikian parah telah mencetak rekor, dan jumlah tenaga kerja di AS yang mengalami stagnasi pada Agustus, menunjukkan kondisi perekonomian dunia yang melemah.

"Keputusan apapun yang diambil di Eropa, AS, atau China mempengaruhi kita semua," tambah Zoellick, mengukuhkan peran China dalam ekonomi dunia. "Tantangan struktural China terjadi dalam konteks internasional saat ini, dimana kepercayaan para investor melemah dan pertumbuhan ekonomi melambat."

China, negara dengan ekonomi terkuat kedua dunia, dinobatkan Bank Dunia pada Juli lalu sebagai negara berpenghasilan menengah ke atas selain Brasil dan Turki. Zoellick memperkirakan, Negeri Tirai Bambu memiliki peluang untuk masuk dalam jajaran negara berpendapatan tinggi dunia dalam 15 atau 20 tahun ke depan.

Zoellick juga menyambut baik berita Bank Sentral Eropa yang membeli obligasi sebesar 22 miliar euro (Rp267 triliun) di Italia dan Spanyol yang memiliki utang paling tinggi. Namun ia mengingatkan usaha penanggulangan utang tersebut hanya berlaku jangka pendek dan tetap tak akan banyak mengubah keadaan, seperti dikutip dari kantor berita Associated Press. (sj)

"Utang yang melilit Eropa saat ini masih belum dapat ditanggulangi dan belum dapat diatasi, terutama yang terkait dengan isu fundamental dan struktural," kata Zoellick.
• VIVAnews

Tablet Diprediksi Gantikan PC


Tablet Diprediksi Gantikan PC

Pengapalan PC di Eropa Barat mengalami penurunan hingga 20 persen.

KAMIS, 18 AGUSTUS 2011, 13:24 WIB
Bayu Galih
VIVAnews - Pengapalan atau arus distribusi komputer, dari desktoplaptop, dan netbook, di Eropa Barat mengalami penurunan sebesar 20 persen dalam beberapa tahun terakhir. Penurunan ini juga disebabkan menurunnya minat masyarakat Eropa Barat terhadap desktopatau laptop, yang kini lebih senang menggunakan komputer tablet, seperti iPad.

Perusahaan riset Gartner mengatakan, dalam kuartal kedua tahun ini, pengapalan PC di Eropa Barat menurun hingga 12,7 juta unit.

"Di kuartal ini, hasilnya memperlihatkan makin berkurangnya permintaan konsumen. Ini mengindikasikan bisa terjadinya perubahan struktur di pasar, yang bisa menjadi ancaman (bagi PC, laptop, dan netbook) dalam beberapa tahun mendatang," kata Meike Escherich, analis dari Gartner.

"Masyarakat kecanduan terhadap tablet seperti iPad, tapi retailer masih secara konservatif dalam menempatkannya bersama PC (di toko). Kemudian, banyak yang menginginkan ada ruang tersendiri untuk tablet," lanjut Escherich.

Apple menjadi satu-satunya dari lima retailer PC yang mengalami peningkatan pengapalan di kawasan Eropa Barat dalam setahun terakhir. Tapi, Apple masih menjadi produsen PC yang penjualannya terhitung kecil di Eropa.

Kemudian, data Gartner menyebut bahwa Acer mengalami penurunan pengapalan sebesar 44,6 persen year on year. Manufaktur asal Taiwan ini memang sedang berjuang dengan mencoba memasuki pasar tablet dan smartphone.

Melihat ini, analis Gartner lain, Isabelle Durand, mengatakan penurunan yang dialami Acer lebih dari perkiraan. "PC memang tidak menarik lagi bagi konsumen, yang saat ini membutuhkan perangkat alternatif lain," jelas Durand.

"Sebagian besar konsumen lebih memilih mempertahankan PC yang telah mereka miliki dan membeli perangkat lain. Walau tetap dianggap penting, namun ada teknologi yang sulit ditolak keberadaannya, yang bisa menggantikan PC," lanjut Durand.

Adapun, komputer tablet saat ini memiliki rencana pengapalan sebanyak 150 juta hingga 2015. Jumlah ini berdasarkan data yang dimiliki Lembaga Riset di New York, ABI Research.

Data ini juga memperlihatkan, pengapalan tablet akan makin massal tahun ini, yang mencapai 50 juta di seluruh dunia. Dari angka ini, 75 persen dikuasai iPad, di kuartal kedua 2011. Sementara itu, 20 persen tablet lain merupakan tablet yang menggunakan sistem operasi Android milik Google. (art)
• VIVAnews