VIVAnews- Kasus pembobolan bank sudah mencemaskan. Aksi yang dilakukan Malinda Dee, yang menjebol dana nasabah Citibank, hanya satu dari sekian kasus pembobolan rekening nasabah yang terjadi dalam beberapa bulan belakangan. Hampir semua kasus itu melibatkan orang dalam bank. Orang-orang yang amat dipercaya nasabah mengamankan uang.
Itu sebabnya Bareskrim Mabes Polri dan Bank Indonesia menggelar rapat, Senin 4 April 2011. Bank Indonesia adalah otoritas yang mengawasi operasi perbankan di negeri ini, dan Bareskrim adalah lembaga yang bertugas mengusut setiap tindakan kriminal seperti pembobolan bank itu.
Dalam rapat yang digelar di Mabes Polri itu, kedua lembaga ini membahas delapan kasus pembobolan yang terjadi belakangan ini. Kasus-kasus itu terjadi antara akhir 2010 hingga Maret 2011. Sedang ditangani oleh Bareskrim. Sejumlah tersangka sudah ditetapkan.
Direktur II Tindak Pidana Ekonomi khusus Bareskrim Polri, Bigjen Pol Arief Sulistyo mengatakan bahwa polisi sudah menetapkan 24 tersangka dalam delapan kasus itu. Dari tersangka sebanyak itu, 13 diantaranya adalah pegawai bank, termasuk mantan Manajer Citibank Inong Melinda alias Malinda Dee.
Delapan perkara itu adalah
Pertama, pembobolan kantor kas BRI Tamini Square sebesar Rp29 miliar, melibatkan supervisor bank berinisial AM dan 4 tersangka lain. Modusnya membuka rekening atas nama tersangka lain, kemudian mentransfer uang ke dalam rekening yang kemudian ditukar dalam bentuk dolar.
Kedua, pemberian kredit dengan dokumen dan jaminan fiktif pada Bank BII pada 31 Januari 2011. Tersangka merupakan account officer BII di kantor cabang Pangeran Jayakarta. Total kerugian Rp3,6 miliar.
Ketiga, pencairan deposito dan nasabah tanpa sepengetahuan pemiliknya di Bank Mandiri. Modusnya memalsukan tanda tangan di slip penarikan, kemudian ditransfer ke rekening tersangka. Kasus yang dilaporkan 1 Februari 2011 dengan nilai kerugian Rp18 miliar. Polisi menetapkan lima tersangka, Salah satunya costumer service.
Keempat, terjadi di Bank BNI, dengan modus mengirimkan berita telex palsu. Isinya berupa perintah untuk memindahkan slip surat keputusan membuka rekening peminjaman modal kerja. Perkara ini melibatkan wakil pimpinan BNI di sebuah cabang Depok. Namun kasus ini berhasil dicegah karena sistem bank berhasil menghentikan transaksi itu.
Kelima, pencairan deposito milik nasabah oleh pengurus bank tanpa sepengetahuan pemiliknya di BPR Pundi Artha Sejahtera. Pada saat jatuh tempo deposito itu tidak bisa dibayarkan. Kasus ini melibatkan Direktur Utama BPR, dua komisaris, komisaris utama, dan marketing.
Keenam, terjadi pada Bank Danamon, dengan modus menarik uang kas berulang-ulang dari kantor cabang pembantu Menara Bank Danamon. Tersangka merupakan mantan teller Bank Danamon. Kasus yang dilaporkan 9 Maret 2011, dengan nilai kerugian Rp1,9 miliar dan US$110 ribu.
Ketujuh, terjadi Panin Bank dengan modus penggelapan dana nasabah yang dilakukan Kepala Operasi Panin Bank. Kejahatan ini dilakukan Kepala Operasional Panin Bank Cabang Metro Sunter, MAW, dengan kerugian Rp2,5 miliar.
Kedelapan, pembobolan yang dilakukan mantan relationship manager Citigold Citibank, MD. MD menarik dana nasabah tanpa sepengetahuan pemilik melalui slip penarikan kosong yang sudah ditandatangani nasabah. Nilai kerugian sebesar Rp4,5 miliar.
Proses internal lemah
Mengapa begitu banyak bank yang dijebol. Salah satu jawabannya adalah karena lemahnya proses internal perbankan. Itu sebabnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah, mendesak agar bank bertanggungjawab atas kasus pembobolan. Sebab, "Dalam beberapa kasus terjadi karena kelemahan proses internal perbankan" ujarnya.
Kelemahan internal bank itu antara lain. Pertama, pengawasan dan supervisi atasan tidak optimal. Supervisi yang tidak optimal itu diperparah kolusi antar oknum pegawai bank. Kedua, kebiasaan nasabah yang mudah percaya pada pegawai bank. Kepercayaan itu dimanfaatkan oleh oknum pegawai bank.
Karena lemahnya supervisi dan pengawasan, maka bank-bank itu harus diberi peringatan. Jika tidak memperbaiki diri patut diberi sanksi.
Kepala Biro Humas Bank Indonesia, Difi A Johansyah, menegaskan bahwa sanksi yang dikenakan kepada bank itu berjenjang. Dimulai dari peringatan tertulis. Peringatan itu sekaligus pembinaan untuk memperbaiki mekanisme kontrol internal. Jika hal itu tidak cukup, maka Bank Indonesia akan melakukan fit and proper test ulang terhadap manajemen, khususnya Direktur Kepatuhan.
Bank Indonesia juga akan mendesak sejumlah bank agar memperketat pengawasan internal. Sebab pengawasan yang ketat bisa meminimalisir oknum yang nakal. Manajemen bank memang sejatinya harus menerapkan kontrol yang ketat terhadap setiap transaksi.
Pengawasan super ketat itu, kata Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) Sofyan Basir, bisa mencegah ulah pegawai bank yang nakal. Hanya saja pengawasan super ketat itu memerlukan biaya yang mahal. Tapi, kata Sofyan, "Dengan biaya lebih ini diharapkan dapat mencegah terjadinya fraud" ujarnya.
Repotnya, lanjut Sofyan, jumlah cabang bank dan jumlah karyawannya banyakk sekali. BRI, misalnya, memiliki 7000 kantor dengan jumlah karyawan 75 ribu orang. "Tidak mungkin semuanya sempurna, termasuk SDM. Namun, kami melakukan pengawasan untuk meminimalkan penyelewengan."
Sejumlah cara yang dilakukan BRI adalah melakukan audit, sistem kendali, teknologi pengawasan pasif, atau inspeksi saat terjadi perubahan angka pada pos tertentu. Dengan cara ini karyawan selalu hati-hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar