Kamis, November 24, 2011

Saham-saham Super Murah Seharga Gocap, Layakkah Dikoleksi?

Rabu, 23/11/2011 07:35 WIB
Saham-saham Super Murah Seharga Gocap, Layakkah Dikoleksi?  
Angga Aliya,Whery Enggo Prayogi - detikFinance 

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih terus tumbuh. Meski sempat berfluktuatif, namun secara perlahan poinnya terus naik. Naiknya indeks di Bursa Efek Indonesia (BEI) itu disokong saham-saham blue chip berkapitalisasi besar. Saham-saham 'seksi' yang paling diburu investor, baik lokal maupun domestik.
Namun, di balik semua itu, ternyata masih ada saham-saham murah yang terlupakan investor. Harga saham emiten ini berada di level terendah Rp 50 per lembar. Hingga perdagangan Selasa (22/11/2011) kemarin, jumlahnya ada 16 emiten.

Sebanyak 16 saham ini tidak dilirik investor karena minim likuiditas dan memiliki kapitalisasi pasar yang rendah. Berdasarkan catatan akhir perdagangan saham Selasa (22/11/2011), 16 emiten yang nyaris tidak bergerak.

Saham-saham seharga gocap itu adalah:

  1. PT Asiaplast Industries Tbk (APLI),
  2. PT Asia Natural Resources Tbk (ASIA),
  3. PT Bank Mutiara Tbk (BCIC),
  4. PT Davomas Abadi Tbk (DAVO),
  5. PT Dharma Samudera Fishing Ind. Tbk (DSFI),
  6. PT Smartfren Telecom Tbk (FREN),
  7. PT HD Capital Tbk (HADE),
  8. PT Indonesia Air Transport Tbk (IATA).
  9. PT Dayaindo Resources International Tbk (KARK),
  10. PT Kertas Basuki Rahmat Indonesia Tbk (KBRI),
  11. PT Laguna Cipta Griya Tbk (LCGP),
  12. PT Limas Centric Indonesia Tbk (LMAS),
  13. PT Lippo Securities Tbk (LPPS),
  14. PT Mas Murni Indonesia Tbk (MAMI),
  15. PT Mitra Investindo Tbk (MITI),
  16. PT Rimo Catur Lestari Tbk (RIMO),
  17. PT Truba Alam Manunggal Engineering Tbk (TRUB),
  18. PT Zebra Nusantara Tbk (ZBRA).

Meski murah, saham ini tetap tidak laku di pasar. Investor tentu berfikir pragmatis. Artinya, saat tidak ada peluang untuk mendapatkan keuntungan (imbal hasil/yield) investasi, jadi buat apa membeli saham-saham seharga permen tersebut.

Menurut Kepala Riset e-Trading Securities Bertrand Raynaldi, emiten seharga gocap ini kecil kemungkinan untuk naik pangkat. Mengingat dalam kondisi perekonomian yang baik, harga saham mereka sangat murah.

"Nah, saat ekonomi bagus saja harganya murah. Apalagi kalau sedang buruk? Kecil kemungkinan mereka akan menjadi saham bagus di kemudian hari," kata Bertrand kepadadetikFinance, Selasa (22/11/2011).

Atas studi yang pernah dilakukan eTrading, rata-rata emiten bersaham Rp 50 ini tidak memiliki good corporate governance memadai. Sehingga sulit untuk menganalisa rencana bisnis mereka karena tertutupnya akses ke publik, meski status perusahaan terbuka (Tbk).

"Mereka enggak punya GCG, bagaimana mau dilihat. Kalau memang saham bagus, enggak mungkin luput dari investor. Kita pernah dalami, tapi enggak bisa diakses. Corporate Secratary atau Investor Relation saja tidak ada," kata Bertrand.

Analisa sederhana yang bisa dilakukan investor, adalah mengamati sektor saham tersebut. Seperti pada FREN, yang masuk telekomunikasi. Pasca Smart Telecom masuk menjadi pemegang saham FREN, kinerja perseroan tetap datar.

"Saham telekomunikasi memang sedang enggak oke. Telkom saja enggak tidak naik, apalagi FREN yang ada di posisi bawah," tegasnya.

Hal yang nyaris sama disampaikan pengamat pasar modal, Felix Sindhunata. "Industri telekomunikasi memang tengah jenuh. Apalagi kinerja dia masih negatif. Jumlah sahamnya juga banyak banget. Posisinya tidak kuat, meski dia kuat di data," tutur Felix saat dihubungi detikFinance.

Felix mengaku, masih ada saham-saham lain yang berpotensi naik meski harganya rendah. Adalah PT Darma Henwa Tbk (DEWA) dan PT Bakrie and Brothes Tbk (BNBR). Kedua saham ini memiliki likuiditas tinggi, terkait rencana bisnisnya.

BNBR berencana melakukan kuasi reorganisasi, yang dipercaya membawa kinerja positif ke depan. Sementara DEWA, perusahaan grup Bakrie berpotensi berkinerja apik dengan kontrak-kontrak pertambangan yang didapat dari anak usaha Bakrie lainnya.

"BNBR sama DEWA likuiditasnya lebih baik, tinggi. Ada dilihat prospeknya. Sementera yang lainnya belum. Namun kategori murah itu juga relatif. Bisa nilai intrinsik murah Rp 50-100 per lembar, namun tidak dengan valuasinya. Jadi harus dilihat satu per satu," imbuhnya.

Masih tertarik dengan saham gocapan?

(ang/qom) 


http://finance.detik.com/read/2011/11/23/073524/1773382/6/saham-saham-super-murah-seharga-gocap-layakkah-dikoleksi?f990101mainnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar