VIVAnews – Jamaah Ahmadiyah untuk kesekian kalinya menjadi sasaran amuk massa. Paling muktahir adalah penyerangan terhadap jemaah Ahmadiyah di desa Cikeusik, Pandeglang, Banten, pada Ahad, 6 Februari 2011. Insiden tersebut menyebabkan tiga orang dari kubu Ahmadiyah meregang nyawa ditangan ratusan massa yang marah.
Data dari SETARA Institute menyebutkan, setiap tahun selalu saja ada penyerangan massa terhadap perkumpulan jemaah Ahmadiyah. Pada tahun 2007 misalnya, terjadi 15 kasus, pada tahun 2008 sebanyak 238 kasus, pada 2009 ada 33 kasus. Kekerasan terjadi di berbagai daerah, seperti Kuningan, Bogor, Tasikmalaya, dan Garut.
Kekerasan dan diskriminasi pada jemaah Ahmadiyah ternyata tak hanya terjadi di Indonesia. Di beberapa negara, diantaranya Pakistan, Bangladesh, Malaysia dan Inggris, jemaah Ahmadiyah juga seringkali menjadi sasaran kemarahan warga.
Imam Mahdi
Ahmadiyah pertama kali dibentuk pada tahun 1889 di sebuah desa kecil bernama Qadian di Punjab, India, oleh Mirza Ghulam Ahmad yang dalam kepercayaan mereka dikenal sebagai nabi dan imam mahdi.
Menurut situs resmi Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad lahir tanggal 13 Februari 1835 di Qadian yang terletak 57 km sebelah timur kota Lahore, Pakistan, dan 24km kota Amritsa, Punjab, India.
Mirza Ghulam Ahmad, yang lebih suka dipanggil Ahmad untuk mempersingkat namanya, mengenyam pendidikan dasar di kampungnya. Kemudian, dia melanjutkan pendidikan di kota Batala.
Pekerjaan pertamanya adalah sebagai pegawai di pemerintah Inggris di Sialkot pada 1864. Dua tahun kemudian dia berhenti bekerja dan mulai mengkaji kitab-kitab. Ahmad kemudian mulai menulis beberapa buku yang berisikan propaganda yang menonjolkan karakter dirinya,.
Tidak lama kemudian, ia mengaku telah menerima wahyu dari Allah. Dalam Islam hanya nabi dan rasul saja yang dapat menerima wahyu. Inilah yang menjadikan dia dianggap sebagai nabi oleh jemaah Ahmadiyah. Selain itu, dia mengaku telah diangkat Tuhan sebagai Al-Masih atau sang penyelamat.
Dalam perjalanannya Ahmadiyah juga disebut-sebut merupakan alat pemerintah Inggris dalam menghadapi arus serangan para pejuang Islam dengan semangat jihadnya di India di awal abad ke 19. Kala itu, yang menjadi penghalang utama kolonial Inggris adalah umat muslim India yang terkenal nasionalis dan tidak takut mati.
Ahmad meninggal tahun 1908 pada usia 73 tahun. Semenjak itu, kepemimpinan Ahmadiyah dilakukan oleh seorang khalifah. Sudah lima khalifah yang bergantian memimpin. Saat ini khalifah Ahmadiyah adalah Mirza Masroor Ahmad yang tinggal di Inggris.
Menyebar ke Seluruh Dunia
Pada tahun 1914, Ahmadiyah terbelah menjadi dua aliran, Qadian dan Lahore. Ahmadiyah Qadian berkeyakinan bahwa Ahmad adalah nabi dan Al-Masih, serta semua orang yang tidak mengakuinya sebagai nabi adalah kafir dan yang mengakuinya wajib dibaiat untuk masuk Ahmadiyah.
Sedangkan Ahmadiyah Lahore menentang hal ini. Mereka tidak mengakui Ahmad sebagai nabi, melainkan hanya pembaharu. Nabi terakhir tetap Muhammad SAW.
Ahmadiyah mulai mengirimkan misionarisnya keseluruh dunia pada awal tahun 1920. Mirza Masroor Ahmad mengklaim jemaah Ahmadiyah kini tersebar di lebih dari 190 negara di seluruh dunia, dengan total jemaah sekitar 200 juta orang.
Populasi terbesar, sekitar empat juta orang, diperkirakan berada di Pakistan. Sedangkan di India mencapai sekitar satu juta orang. Di negara-negara lain jumlahnya lebih kecil. Di Indonesia misalnya, hanya sekitar 200 ribu orang, di Bangladesh (100 ribu), Inggris (30 ribu), Jerman (30 ribu), Kanada (25 ribu), Amerika Serikat (15 ribu). Di Israel, Ahmadiyah mencapai jumlah 2000 orang.
India
India, sebagai negara kelahiran Ahmadiyah, merupakan surga bagi sekitar sejuta umat Ahmadiyah. Pemerintahan India menganggap Ahmadiyah sebagai bagian dari Islam.
Aliran ini juga didukung oleh keputusan pengadilan yang membuatnya kuat di mata hukum. Kegiatan Ahmadiyah tidak dibatasi di India, mereka bebas berkembang dan menyebarkan ajarannya.
Namun, gelombang penentangan Ahmadiyah juga terjadi di India, terutama dari kalangan Muslim Sunni. Kelompok ekstrimis militan Muslim India bahkan menjadikan jemaat Ahmadiyah sebagai sasaran serang utama mereka.
Pakistan
Negara tetangga India, Pakistan, dengan empat juta orang Ahmadiyahnya, mungkin merupakan negara terketat dalam mengekang Ahmadiyah. Berdasarkan konstitusi tahun 1974, pasal 298 bernama “Undang-undang anti-Ahmadiyah”, aliran ini dinyatakan oleh pemerintah Pakistan telah keluar dari Islam.
Dengan UU ini, Pakistan adalah negara satu-satunya di dunia yang pemerintahnya dengan tegas menyatakan Ahmadiyah murtad. Pakistan tidak main-main, semua orang yang mengaku Ahmadiyah dilarang untuk menggunakan atribut Islam dalam keseharian mereka.
Ahmadiyah Pakistan dilarang menyebut diri mereka Muslim, solat menggunakan cara Islam, mengucapkan salam dengan Assalamualaikum, atau menamai anak mereka dengan nama depan “Muhammad”.
Jika melanggar, mereka akan mendapat dakwaan penistaan agama Islam dengan hukuman 10 tahun penjara atau maksimal hukuman mati. Pada tahun 2008, ada 28 orang yang didakwa kriminal hanya karena mereka menganut Ahmadiyah.
Malaysia
Kondisi tak jauh berbeda juga dialami jemaah Ahmadiyah di Malaysia. Pada April 2009, Dewan Agama Islam negara bagian Selangor mengeluarkan pernyataan yang melarang semua umat Ahmadiyah menggunakan mesjid raya.
Mereka bahkan dilarang menginjakkan kaki di mesjid-mesjid umat Islam untuk shalat Jumat. Bagi yang melanggar, akan dikenakan hukuman penjara hingga satu tahun dan denda RM3000 atau sekitar Rp. 8,8 juta.
Di halaman beberapa mesjid di Malaysia terpampang plang besar bertuliskan “Qadiani Bukan Agama Islam.” Sebelumnya, pada Desember 2008, wilayah Selayang di Selangor menuntut Ahmadiyah untuk mengganti kalimat syahadat mereka karena dinilai tidak relevan dengan ajarannya.
Inggris
Di banding negara-negara lain, Inggris adalah salah satu negara yang mendukung kebebasan beragama bagi jemaah Ahmadiyah yang berjumlah sekitar 30.000.
Sejak tahun 80an, Morden, London selatan, merupakan markas besar jemaah Ahmadiyah di seluruh dunia, setelah aliran ini dilarang di Pakistan. Bahkan, jemaah Ahmadiyah pada kepemimpinan Khalifah keempat, Mirza Tahrir Ahmad, membangun stasiun televisi yang khusus menayangkan ceramah-ceramah dan pengajaran Ahmadiyah.
Stasiun televisi yang bernama Muslim Television Ahmadiyya (MTA) memiliki program berbahasa Inggris, Arab, Bengali, Indonesia, Prancis, Swahili dan Hausa. Namun, bukan berarti Ahmadiyah tidak memiliki musuh di negara ini.
Perlawanan Muslim Inggris terhadap Ahmadiyah sering terjadi, tahun lalu sebuah kelompok militan secara terang-terangan menyerukan umat Muslim membunuh para Ahmadiyah di Inggris.
Indonesia
Bagaimana di Indonesia? Ahmadiyah masuk ke Indonesia pada tahun 1924. Kala itu dua wakil Ahmadiyah yang bernama Mirza Wali Ahmad Baig dan Maulana Ahmad datang ke Yogyakarta untuk menghadiri kongres ke-13 Muhammadiyah.
Mereka dipersilakan bicara dan banyak yang tertarik kala itu. Barulah pada tahun 1925 perdebatan kesesatan Ahmadiyah muncul ke permukaan saat seorang ulama dari Sumatera Barat mendebat ajaran Mirza Ghulam Ahmad.
Beberapa puluh tahun kemudian, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa nomor 11/MUNAS VII/MUI/15/2005 yang mengatakan bahwa Ahmadiyah telah keluar dari Islam atau murtad karena mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah nabi Muhammad wafat.
MUI juga menyerukan bagi mereka yang terlanjur mengikuti aliran Ahmadiyah agar bertobat. Selain itu, MUI mengatakan pemerintah berkewajiban untuk melarang penyebaran paham Ahmadiyah di seluruh Indonesia.
Beberapa lembaga ulama di beberapa negara juga mengeluarkan fatwa serupa. Diantaranya adalah Liga Dunia Muslim, Dewan Fatwa Arab Saudi, Akademi Fiqih Islam Mesir, Dewan Fiqih Islam Afrika Selatan, Fatwa Mufti Amerika Serikat Dr. Muzammil Siddiqi, Dewan Syariah Inggris, dan banyak lagi. Fatwa ini sepakat untuk mengeluarkan Ahmadiyah dari Islam karena bertentangan dengan ajaran Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar