Selasa, November 24, 2009

Reksa Dana Syariah yang Tak Kalah Memikat

Rabu, 09/09/2009 09:46 WIB
Reksa Dana Syariah yang Tak Kalah Memikat
Wherry Enggo Prayogi - detikFinance


Eko Pratomo (dok detikFinance)
Jakarta - Penerbitan reksa dana syariah kini semakin marak. Sayangnya, minat masyarakat untuk membeli reksa dana itu masih minim. Padahal selain berbasis prinsip syariah, reksa dana syariah juga memberikan tingkat returnyang lebih menguntungkan.

Hal ini disampaikan President Director PT Fortis Investments Eko P. Pratomo di kantornya, Jakarta, Selasa malam (8/9/2009).

Eko mengakui, produk reksa dana syariah memang pertumbuhannya masih kalah dibandingkan reksa dana konvensional. Contoh saja produk reksadana dari salah satu MI PT Fortis Invesment. Sampai semester I 2009 Produk reksadana syariah Fortis hanya menyumbang 1,8% dari total dana kelolaan.

Produk syariah masih kalah bersaing dengan reksa dana lain sepeti saham. Dari target yang dicanangkan Fortis sebesar Rp 500 miliar, reksadana syariah mereka baru tercapai Rp 300 miliar.

"Banyak orang yang belum merasa membutuhkan syariah (reksadana)," ujarnya.

Padahal menurut Eko, reksadana syariah punya banyak keunggulan. Reksa dana ini mempunyai return yang lebih menguntungkan dibanding produk lainnya.

"Dan jangan menyalahartikan. Reksa dana syariah bukan hanya untuk orang muslim. Reksadana ini bebas untuk semua kalangan," ujar Eko.

Dari sisi regulasi reksa dana syariah ini sudah cukup memadai, seperti yang diberlakukan Bapapem-LK. "Yang dibutuhkan saat ini hanya edukasi kepada masyarakat akan keunggulan produk," tambahnya.

Sampai akhir tahun 2009, jika total pendanaan syariah mencapai 5% merupakan peningkatan yang baik.

Tantangan Industri Reksa Dana

Minat masyarakat untuk berinvestasi reksa dana kini masih tergolong rendah karena tingkat kepercayaan yang juga masih rendah. Edukasi kepada masyarakat pun kini menjadi hal yang penting untuk dilakukan.

Untuk mengembangkan industri ini, Eko menilai banyak tantangan yang harus dihadapai para Manajer Investasi (MI). Yang paling utama adalah, masih rendahnya kepercayaan masyarakat akan investasi berjangka macam reksa dana.

"Tantangan reksa dana adalah kepercayaan masyarakat yang rendah. Untuk itu penting untuk memberikan edukasi pada masyarakat," ujar Eko.

Edukasi kepada masyarakat dapat dilakukan dalam berbagai hal misalnya edukasi tentang pengelolaan dana simpanan mereka. Dan jangan lupa, untuk memberi motivasi bagi masyarakat untuk mengelola penghasilan mereka.

Ia menjelaskan, saat ini masih banyak masyarakat berpenghasilan yang kebingungan saat membelanjakan pendapatan mereka sehari-hari.

"Bahkan terkadang mereka mempunyai penghasilan 100%, kemudian kebutuhan mereka samapi 120%. Dengan adanya credit card, hal itu bisa terjadi, dan banyak terjadi. Jika demikian, dana simpanan tidak mungkin ada," kata Eko.

Perlu diingat, lanjut Eko, masyarakat pun perlu untuk mengelola alokasi aset mereka. Idelanya dengan memisahkan alokasi aset menjadi fix asset dan risk asset.

"Jika sudah terpisah, untuk berinvestasi dengan risiko besar seperti reksa dana bisa menggunakan risk asset," katanya.

Dalam jangka panjang, lanjut Eko, berinvestasi pada produk berisiko kecil sudah tidak bisa diandalkan. Karena laju pertumbuhan produk ini tidak mampu mengejar laju inflasi yang setiap tahun meningkat.

Namun Eko meyakini, reksa dana masih bisa berkembang dalam beberapa tahun ke depan. Hal itu terlihat dari pertumbuhan dana yang dikelola oleh Fortis.
(qom/qom)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar