Selasa, Mei 31, 2011

Perbankan RI 'Dijajah' Asing, BI & DPR Harus Bertindak

Selasa, 31/05/2011 18:18 WIB
Perbankan RI 'Dijajah' Asing, BI & DPR Harus Bertindak
Herdaru Purnomo - detikFinance

Foto: dok.detikFinance


Jakarta
- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) diminta untuk segera duduk bersama untuk membahas 'jajahan' asing yang terus gencar ke industri keuangan Indonesia.

Kepemilikan asing tanpa batas hingga 99% khususnya kepada sebuah bank di Indonesia perlu diatur untuk menjaga persaingan domestik dan mengatur bank agar tidak 'bandel'.

Demikian diungkapkan oleh Pengamat Perbankan yang juga Komisaris PT Bank Mandiri Tbk Krisna Wijaya di sela acara 'Rating 120 Bank' di Hotel Sahid Jaya, Sudirman, Jakarta, Selasa (31/5/2011).

"Marilah saatnya sekarang ini duduk bersama antara regulator, DPR, dan pemerintah untuk membahas apa masih relevan kepemilikan asing tanpa batas di industri keuangan RI," ujar Krisna.

Menurut Krisna, kepemilikan asing di bank perlu diatur lebih jauh karena dapat mengganggu industri keuangan lokal khususnya. Dikatakan Krisna, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang memberikan peluang kepemilikan asing yang sangat besar berkecimpung di industri keuangan khususnya bank.

"Padahal di negara-negara lain maksimal itu paling besar 30% kepemilikan asingnya," tuturnya.

Lebih jauh Krisna menuturkan, perlunya kepemilikan mayoritas dipecah menjadi minoritas juga penting untuk menjaga pengawasannya. Ketika sebuah bank dimiliki oleh banyak orang, maka pengawasan akan lebih mudah dilakukan bersama dengan regulator.

"Kalau mayoritas kan hanya itu-itu saja dan bisa melakukan apa saja," tambahnya.

Krisna mengatakan, perlunya dilakukan revisi mengenai UU Perbankan yang mengatur hal tersebut. Oleh karena itu, DPR harus ikut turun tangan mengatasi hal tersebut.

Sebelumnya, Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) juga mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mencabut Keppres No. 171 tahun 1999 tentang kepemilikan modal asing. Keppres yang diteken sejak era Presiden BJ Habibie itu dinilai berdampak buruk karena membolehkan asing memiliki 99% saham bank lokal.

(dru/dnl)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar